Salah satu pelajaran menjadi orang tua baru yang saya dapatkan adalah
belajar membedakan apa yang bisa dan tidak bisa dikontrol dalam hal mengurus
anak. Tetapi, pemahaman itu tidak hanya bisa saya terapkan dalam parenting, tapi
juga ke dalam banyak aspek kehidupan yang lainnya. Mungkin akan saya tuliskan
lain kali.
Sebagai orang tua, porsi yang bisa saya control adalah seberapa jauh
saya bisa berusaha. Saya tidak bisa mengkontrol apakah usaha tersebut akan
membuahkan hasil yang sesuai dengan idealisme saya. Bukan seperti matematika, dimana ketika menambahkan satu dengan satu, maka hasilnya adalah dua.
Berbagai saran dari beberapa pakar dan teori-teori yang saya
baca, saya coba untuk terapkan kepada anak saya. Tapi ternyata tidak ada rumus yang bisa saya
terapkan ke anak saya. Saya bisa saja sudah pontang panting mencoba banyak hal,
tetapi akan tidak sehat untuk jiwa dan fisik saya jika saya tidak bersiap
mendapatkan kegagalan.
Contoh yang sedang saya alami sekarang adalah anak saya mengalami kenaikan
berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang masuk ke golongan 'red flag' jika kita mengacu pada grafik pertumbuhan dari WHO. Tentu saja, itu menjadi masalah bagi saya, karena saya sudah
ada membaca tentang pentingnya mengantisipasi gagal tumbuh di 1000 hari pertama
kehidupan (HKT). Pengetahuan akan dampak jangka pendek dan panjang dari gagal tumbuh membuat saya sempat memicu kecemasan saya. Tidak mau berlarut-larut, saya langsung ingin mengambil tindakan untuk mencegah hal itu terjadi. Tetapi, setelah beberapa saat menjalani prosesnya, saya memyadari bahwa paham akan batasan diri, adalah kunci dari menjadi tetap mindful terhadap proses membesarkan anak tanpa dikendalikan dengan ambisi dari ego semata.
Sekarang saya sudah paham apa saja yang bisa saya kontrol,
yaitu:
- Prespektif saya terhadap growth chart WHO. Saya tidak bisa hanya berpatokan dengan grafik itu untuk bisa melabeli tumbuh kembang (TK) anak saya, karena setiap anak itu sangat unik, tetapi…
- Selalu ada kemungkinan terburuk dari setiap masalah, maka, saya tetap berkonsultasi ke pakarnya untuk mencari kemungkinan adanya masalah medis atau silent disease yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan anak saya
- Melakukan pemeriksaan medis yang masih dalam jangkauan
keluarga saya, tentu saja ada waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan ini
merupakanm pilihan, karena kondisinya bukan gawat darurat
- Menjalankan saran yang diberikan sesuai dengan
kesanggupan kami
- Tidak memaksakan kehendak kepada anak sampai membuat
dia tertekan, karena anak belum paham arti dari tindakan kita, jadi
berhati-hatilah
Sedangkan beberapa hal yang tidak bisa saya kontrol adalah:
- Penerimaan anak terhadap sufor yang saya berikan atas
dasar saran dari dokter, seberapa banyak yang bisa dia minum dan seberapa
sering. Saya bisa saja membiasakan dia, tetapi tetap saja penerimaan sepenuhnya
kembali ke anak
- . Kenaikan BB dan TB adalah 2 angka yang jauh dari
kontrol saya, saya bisa saja menggali lebih dalam, tapi keluarga kami belum
siap akan konsekuensinya, krn ttp saja, ini belum masuk kategori gawat darurat
- . Komentar orang lain yang mengetetahui kondisi keluarga
kami dan keputusan yang telah kami ambil, ada yang mengecilkan masalah kami
atau malah menganggap kami khawatir berlebihan
Setelah
dicari penyebab, diketahui ada indikasi medis, diobati, ditambah susu formula,
tentu saja idealisme saya tetap menginginkan anak saya familiar dengan proses
makan sehari-hari, karena ini sama saja dengan menanamkan basic life skill yang
akan dibawanya hingga besar kelak. Tetapi tentu saja dengan kadar yang sesuai
dengan kapabilitas saya dan dengan memperhatikan apa yang bisa saya kontrol,
yaitu:
CONTROLABLE
- Membiasakan duduk di kursi, menetapkan jam makan, dan memvariasikan masaka
- Lapang dada jika makanan saya akan terbuang begitu saja karena ternyata tidak sesuai dengan selera anak
- Menyiapkan mpasi instan yang anak saya sukai, persiapannya cepat dan kemungkinannya besar anak saya mau, karena tetap saja, menurut saya, yang terpenting adalah anak saya makan, saya sudah menawarkan mpasi homade, tetapi jika dia tidak mau, malah tidak makan sama sekali, mpasi instan juga sehat kok, walaupu memang mpasi homade yang nutrisinya tertakar ttp yg terbaik
UNCONTROLABLE:
- Preferensi anak saya terhadap rasa dan jenis makanan.
Bayi juga manusia, seleranya bahkan bisa berubah drastis dalam kurun 1 minggu.
Saya sudah bisa menerima ini, dan lapang dada jika masakan saya ditolak mentah-mentah,
hahaha
- Moodnya ketika makan,. Stop asking why, karena anak masih sangat moody dan kita memang tidak diperuntukan selalu tau penybab ketidaknyamanan dia. Kita hanya bisa menerima, sabar dan berusaha menghiburnya
- Kuantitas makanan yang mau dia makan. Bisa saja dia mau makan sebanyak setengah porsi atau malah hanya 2-3 sendok saja, its okay
Saya
mulai meninggalkan idealisme saya yang tidak mau menggunakan sufor, awalnya saya mau
memaksimalkan pemberian asi, tetapi, saya mulai menerima kenyataan bahwa untuk
kondisi khusus anak saya, asi bukan menjadi yang paling dia butuhkan. Saya
menjadi sangat terbantu karena merasa aman dengan memberikan sufor untuk
mencukupi kebutuhan nutrisinya yang tidak bisa didapatkan dari asi dan mpasi.
Setelah
saya mulai menyadari apa yang bisa saya kontrol dan tidak bisa saya kontrol,
saya menjadi lebih ringan dalam menjalani peran sebagi ibu. Saya juga mulai
berhenti melabeli negative diri saya, ibu tidak becuslah, dsb. Hal tersebut
banyak mengangkat beban keseharian saya dan membuat saya menjadi lebih santai
sehingga bisa mencurahkan kasih sayang dan perhatian dengan optimal. There’s no
more resentment nor disappointment. Hanya kepasarahan saja.