Nek Sawak, Bah Sidak!
Nek Sawak adalah salah satu dusun di desa Melawi Makmur yang
dulunya masih termasuk ke dalam daerah administratif desa Pampang Dua, namun
karena adanya pemekeran desa, Nek Sawak terpisah dari Pampang Dua dan menjadi
bagian dari Desa Melawi Makmur. Pusat pemerintahan desa Melawi Makmur yang
memiliki luas wilayah 16,6 kilometer persegi, berkedudukan di dusun Nek Sawak.
Nek Sawak sendiri terbagi menjadi
dua bagian, yaitu Nek Sawak dan Tanjung Iman. Hampir seluruh warga di dusun Nek
Sawak menganut agama Kristen Protestan, hanya tiga kepala keluarga yang
menganut agama Islam. Untuk menunjang keperluan beribadah di dusun Nek Sawak,
telah didirikan tiga buah gereja yaitu Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja Pantekosta
di Indonesia (GPDI) dan Gereja Perseketuan Pengabar Injil (GAPPIN). Fasilitas
kesehatan juga sudah tersedia di dusun ini, yaitu terdapat POSKESDES (Poli
Kesehatan Desa) persis di depan gereja GPDI. Di dusun ini juga terletak kantor
desa Melawi Makmur. Fasilitas pendidikan juga sudah ada di dusun ini, untuk SD
terdapat SDN 11 Nek Sawak yang berlokasi di Dusun Landau, dan untuk anak usia
dini terdapat PAUD Kasih Ibu di Nek Sawak dan PAUD Pelangi Kasih di Tanjung
Iman. Warga dusun Nek Sawak mayoritas berprofesi sebagai petani sawit atau
penoreh karet.
Awal minggu pertama kami menjalankan
tugas KKN disini tidak terlalu kentara terlihat apa masalah yang bisa kami
bantu temukan solusinya melalui program, warga-warganya terlihat sejahtera,
anak-anak ceria menyambut kami, ibu-ibunya cantik, berbadan sintal, dan
bapak-bapak berifisik kuat. Namun, setelah berdialog dengan beberapa tokoh
masyarakat, salah satunya adalah Pak Gerson, bapak pondokan kami yang kebetulan
adalah gembala bagi jamaat GBI yang cukup dihormati warga sekitar, mengatakan
bahwa sesungguhnya masalah warga disini pada kenyataannya adalah terletak pada
pemikiran mereka yang memang masih terbelakang karena kurangnya pendidikan dan
kurang terbukanya cakrawala pemikiran mereka karena hanya hidup di pedalaman
desa.
Anak-anak Nek Sawak yang awalnya
masih malu-malu mulai menjadi dekat dengan kami ketika sudah dimulainya
beberapa kegiatan KKN, termasuk salah satunya adalah kegiatan Sensus Ternak yang
membuat kami berkesempatan untuk bertanya dari rumah warga satu ke rumah warga
yang lain untuk mengumpulkan informasi tentang bagaimana kebiasaan warga
membuang sampah dan apakah di kediaman mereka sudah terdapat WC. Belum terlalu
banyak warga yang memiliki ternak, apalagi menjadikan beternak sebagai
komoditas utama bagi mereka untuk menambah penghasilan. Beberapa warga yang
memiliki ternak adalah warga yang perekonomiannya menengah ke atas, ternak yang
paling banyak dimiliki antara lain babi dan ayam. Sebagian besar tujuan mereka
baternak adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk mengkonsumsi daging,
hewan-hewan tersebut biasanya baru disembelih ketika mendekati hari raya atau
ketika ada gawai. Cara warga
berternak pun masih terbilang tradisional, walapun untuk babi telah dikandang.
Menurut warga, menjadikan peternak sebagi profesi belum terlalu prospek karena
sulitnya pendistribusian ternak atau daging untuk dijual keluar dusun, desa,
apalagi ke kecamatan, lagipula sudah banyak warga yang memiliki ternak sendiri
untuk konsumsi pribadi sehingga tidak perlu membeli dari orang lain.
Secara tidak langsung, kegiatan
sensus kami tak hanya memberikan informasi terkait dengan tujuan sensus ternak
itu sendiri, namun juga menjadi ajang perkenalan kami dengan warga. Banyak
permasalahan yang kami temukan dari curhatan
beberapa warga yang mau terbuka menceritakan keluhan mereka terhadap
kehidupan di dusun ini. Salah satu keluhan adalah tentang kebersihan, masih
banyak warga yang memiliki kebiasaan untuk membuang sampah ke sungai-sungai
yang notabene bukan tempat sampah. Sungai –sungai tersebut antara lain Sungai
Melawi, Sungai Sekotong dan Sungai Suak Kalam. Ironisnya, sungai juga merupakan
sarana vital yang mereka gunakan sehari-hari untuk mengambil air untuk minum,
mencuci dan mandi. Keluhan dirasakan semakin vokal ketika kami mulai berdialog
dengan warga di daerah hilir, yaitu warga Tanjung Iman, mareka mengeluhkan
bahwa banyak sampah yang hanyut ke hilir sungai dan menyebabkan aktivitas
mereka di sungai terganggu. Oleh karena itu, kami mencoba menawarkan solusi
yaitu dengan melakukan sosialisasi master
plan sampah yang kami mulai dengan program membuat tempat sampah umum portable yang kami letakan di dua titik strategis yaitu
di depan PAUD Pelangi Kasih dan di depan gereja GBI. Program tersebut
mendapatkan tanggapan positif dari warga karena warga sudah mulai mau membuang
sampah ke tempat tersebut dan lingkungan di sekitar pun menjadi lebih bersih
dari pada sebelumnya.
Anak-anak menjadi sahabat baik kami
yang selalu setia menemani kami menjalani hari-hari di Dusun Nek Sawak ini,
canda tawa mereka, semangat mereka mengingatkan kami kepada kepolosan dunia dan
ketulusan manusia, pertanyaan-pertanyaan atas rasa penasaran mereka sering
terlontar kepada kami disebabkan kami menjadi sosok penuh panutan di mata
mereka dan dirasa merupakan seseorang yang berpendidikan tinggi. Bagaimana
tidak? Rata-rata warga di dusun Nek Sawak hanya tamatan SD, baru belakangan ini
saja banyak anak-anak yang dengan sedikit berat hati dilepaskan oleh orang tua
mereka untuk mengenyam bangku SMP dan SMA di Meliau, Sintang ataupun Sanggau.
Tak sedikit pula banyak anak yang harus berhenti sekolah karena membantu orang
tua mereka bekerja.
Sebagai seorang yang berpendidikan,
yang selalu diberi kesemapatan untuk menadah ilmu di bangku sekolah, inilah
saatnya bagi kami menjadi sosok yang bermanfaat melalui program bimbingan
belajar pada malam hari untuk anak-anak usia dini hingga kelas 6 SD. Semangat
mereka terlihat dari kebiasaan mereka yang selalu datang paling lama setengah
jam sebelum les dimulai. Dengan keterbatasan cahaya penerangan dikarenakan arus
listrik dari PLMTH dusun Nek Sawak yang belum mengalir dengan stabil, anak-anak
dengan semangat tetap memperhatikan kami mengajar. Syukurlah, perkembangan
terlihat dari mereka yang rajin mengikuti les, prestasi mereka di sekolah
terlihat meningkat perlahan hingga para guru pun mewajibkan mereka untuk
mengikuti les.
Kegiatan mengajar tak hanya kami
lakukan ketika bimbingan belajar, namun juga kami lakukan di SDN 11 Nek Sawak,
di PAUD Kasih Ibu Nek Sawak, dan PAUD Pelangi Kasih Tanjung Iman. Berjalan kaki
selama 10 menit di jalan berbatu menjadi rutinitas kami tiap pagi untuk bisa
mencapai sekolah. Anak-anak dengan gembira menyambut kami yang datang untuk
mengajar, namun memang terkadang terlalu gembira sehingga mereka menjadi sulit
diatur dan dikendalikan. Rupa-rupanya ini juga dikarenakan perkembangan
kecerdasan mereka yang kurang maksimal karena supply makanan yang kurang bergizi dan sehat. ‘Namanya juga di kampong, Nak, cari apa-apa susah, ya makan apa yang
ada saja.’ Begitu kalimat yang sering kami dengar dari para orang tua,
namun ternyata banyak makanan tidak sehat yang menjadi jajanan mereka
sehari-hari, begitupula sangat disayangkan kebiasaan memasak yang kurang sehat
yang dilakukan orang tua yaitu memasukan MSG ke masakan mereka dalam kadar yang
berlebihan. Melihat masalah tersebut, kami mengadakan sosialiasai tentang Gizi
Masyarakat dan Gizi Anak. Harapannya dari sosialisasi tersebut mereka dapat
mengerti dan lebih bijak dalam memilih makanan yang mereka makan.
Selain bermain hampir setiap saat
sepulang sekolah, atau mendatangi kami ke pondokan, anak-anak mempunyai
kebiasaan untuk menonton telivisi di rumah hingga larut malam. Hal ini sangat
disayangkan karena dapat membuat mereka malas belajar, apalagi jika tidak
diawasi, banyak informasi yang kurang baik dan tidak benar dapat mereka serap
dari siaran telivisi di zaman sekarang. Ketika melihat kami membawa buku
pelajaran atau buku cerita anak, mereka sangat antusias untuk melihatnya, ‘Kak opai itu kak? Mau tengok bah!’, begitu
seru mereka. Oh, rupanya anak-anak ini juga suka membaca terutama buku-buku
bergambar yang menarik. Setelah menyusun rencana dan melakukan eksekusi bersama
dengan Pak Kepala Dusun Nek Sawak, berdirilah sebuah perpustakaan yang sangat
sederhana yaitu Perpus Dusun Nek Sawak di kediaman Pak Kadus. Perpustakaan ini
menjadi titik balik dari perubahan suatu kebiasaan anak-anak dari yang suka
menonton menjadi suka membaca.
Sebagai warga yang hidup di pedalaman, tak sedikit rasa
kecewa yang mereka rasakan terhadap minimnya bantuan dan perhatian pemerintah
pusat terhadap desa mereka. Tak sedikit dari mereka yang menjadi apatis, tak
perduli terhadap negara sendiri, bahkan banyak yang tidak hapal lagu Kebangsaan
Indonesia Raya. ‘Kalau tak ada caleg dari
dusun ini, mana ada lah bantuan datang kesini’¸begitu komentar salah satu
warga yang kritis terhadap pemerintahan.
Perayaan HUT RI Ke 70 menjadi momen tepat bagi masyarakat disini untuk merecharge pikiran positif mereka
terhadap bangsa Indonesia, membangun rasa optimis mereka terhadap pembangunan
Negara Indonesia yang berusaha untuk menyeluruh. Upacara 17 Agustus yang
khidmat terlaksana dengan lancar di SDN 11 Nek Sawak dengan petugas upacara
dari warga desa. Berbagai perlombaan dan malam puncak perayaan terlaksana
dengan lancar karena kerjasa sama yang baik telah terjalin antara mahasiswa KKN
dan warga dusun Nek Sawak. Warga berujar bahwa mereka merasa terpantik semangat
kemerdekaan di dalam diri mereka dan juga mengharapkan kegiatan perayaan ini
terlaksana setiap tahunnya dengan lebih meriah.
Ketika ada suatu awal maka ada suatu
akhir, masanya untuk pergi telah tiba bagi kami di penghujung bulan Agusutus,
tanah basah dan air sungai yang meluap karena hujan deras menghantarkan
kepergian kami dari Dusun Nek Sawak yang sungguh panci bagi kami. Kehangatan warganya dalam menyambut kami,
keceriaan anak-anaknya, nilai kekeluargaan dan gotong royong yang begitu kental
dan juga alam yang begitu tanpa pamrih memberi kami sedikit dari kekayaan yang
dia miliki. Sungai yang mengalir dengan batuan yang menghasilkan riak, nektar
bunga durian yang begitu manis, kerupuk ubai yang begitu renyah, dan masih
banyak lagi kekayaan yang dimiliki oleh Dusun ini yang memanusiakan kami tak
akan pernah bisa kami lupakan.
Persembahan dari kami tiadalah
apa-apa dibandingkan apa yang selayaknya warga Dusun Nek Sawak terima. Menjadi
mahasiswa merupakan suatu anugerah bagi kami, semoga kami dengan segala kesederahaan
dapat terus bisa memberi kepada sekitar terutama kepada warga dusun Nek Sawak.
Dalam nyanyian merdu mereka di setiap pujian kepada Tuhan, dalam kabut pagi
yang mengiri langkah mereka ketika pergi ke ladang, kami berdoa untuk
kesejahteraan Nek Sawak.
No comments:
Post a Comment