Tuesday, October 10, 2017

Pengalaman KKN: Nek Sawak, bah sidak!

                                                Nek Sawak, Bah Sidak!

Nek Sawak adalah salah satu dusun di desa Melawi Makmur yang dulunya masih termasuk ke dalam daerah administratif desa Pampang Dua, namun karena adanya pemekeran desa, Nek Sawak terpisah dari Pampang Dua dan menjadi bagian dari Desa Melawi Makmur. Pusat pemerintahan desa Melawi Makmur yang memiliki luas wilayah 16,6 kilometer persegi, berkedudukan di dusun Nek Sawak.
            Nek Sawak sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu Nek Sawak dan Tanjung Iman. Hampir seluruh warga di dusun Nek Sawak menganut agama Kristen Protestan, hanya tiga kepala keluarga yang menganut agama Islam. Untuk menunjang keperluan beribadah di dusun Nek Sawak, telah didirikan tiga buah gereja yaitu Gereja Bethel Indonesia (GBI), Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) dan Gereja Perseketuan Pengabar Injil (GAPPIN). Fasilitas kesehatan juga sudah tersedia di dusun ini, yaitu terdapat POSKESDES (Poli Kesehatan Desa) persis di depan gereja GPDI. Di dusun ini juga terletak kantor desa Melawi Makmur. Fasilitas pendidikan juga sudah ada di dusun ini, untuk SD terdapat SDN 11 Nek Sawak yang berlokasi di Dusun Landau, dan untuk anak usia dini terdapat PAUD Kasih Ibu di Nek Sawak dan PAUD Pelangi Kasih di Tanjung Iman. Warga dusun Nek Sawak mayoritas berprofesi sebagai petani sawit atau penoreh karet.
            Awal minggu pertama kami menjalankan tugas KKN disini tidak terlalu kentara terlihat apa masalah yang bisa kami bantu temukan solusinya melalui program, warga-warganya terlihat sejahtera, anak-anak ceria menyambut kami, ibu-ibunya cantik, berbadan sintal, dan bapak-bapak berifisik kuat. Namun, setelah berdialog dengan beberapa tokoh masyarakat, salah satunya adalah Pak Gerson, bapak pondokan kami yang kebetulan adalah gembala bagi jamaat GBI yang cukup dihormati warga sekitar, mengatakan bahwa sesungguhnya masalah warga disini pada kenyataannya adalah terletak pada pemikiran mereka yang memang masih terbelakang karena kurangnya pendidikan dan kurang terbukanya cakrawala pemikiran mereka karena hanya hidup di pedalaman desa.
            Anak-anak Nek Sawak yang awalnya masih malu-malu mulai menjadi dekat dengan kami ketika sudah dimulainya beberapa kegiatan KKN, termasuk salah satunya adalah kegiatan Sensus Ternak yang membuat kami berkesempatan untuk bertanya dari rumah warga satu ke rumah warga yang lain untuk mengumpulkan informasi tentang bagaimana kebiasaan warga membuang sampah dan apakah di kediaman mereka sudah terdapat WC. Belum terlalu banyak warga yang memiliki ternak, apalagi menjadikan beternak sebagai komoditas utama bagi mereka untuk menambah penghasilan. Beberapa warga yang memiliki ternak adalah warga yang perekonomiannya menengah ke atas, ternak yang paling banyak dimiliki antara lain babi dan ayam. Sebagian besar tujuan mereka baternak adalah untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk mengkonsumsi daging, hewan-hewan tersebut biasanya baru disembelih ketika mendekati hari raya atau ketika ada gawai. Cara warga berternak pun masih terbilang tradisional, walapun untuk babi telah dikandang. Menurut warga, menjadikan peternak sebagi profesi belum terlalu prospek karena sulitnya pendistribusian ternak atau daging untuk dijual keluar dusun, desa, apalagi ke kecamatan, lagipula sudah banyak warga yang memiliki ternak sendiri untuk konsumsi pribadi sehingga tidak perlu membeli dari orang lain.
            Secara tidak langsung, kegiatan sensus kami tak hanya memberikan informasi terkait dengan tujuan sensus ternak itu sendiri, namun juga menjadi ajang perkenalan kami dengan warga. Banyak permasalahan yang kami temukan dari curhatan beberapa warga yang mau terbuka menceritakan keluhan mereka terhadap kehidupan di dusun ini. Salah satu keluhan adalah tentang kebersihan, masih banyak warga yang memiliki kebiasaan untuk membuang sampah ke sungai-sungai yang notabene bukan tempat sampah. Sungai –sungai tersebut antara lain Sungai Melawi, Sungai Sekotong dan Sungai Suak Kalam. Ironisnya, sungai juga merupakan sarana vital yang mereka gunakan sehari-hari untuk mengambil air untuk minum, mencuci dan mandi. Keluhan dirasakan semakin vokal ketika kami mulai berdialog dengan warga di daerah hilir, yaitu warga Tanjung Iman, mareka mengeluhkan bahwa banyak sampah yang hanyut ke hilir sungai dan menyebabkan aktivitas mereka di sungai terganggu. Oleh karena itu, kami mencoba menawarkan solusi yaitu dengan melakukan sosialisasi master plan sampah yang kami mulai dengan program membuat tempat sampah umum portable  yang kami letakan di dua titik strategis yaitu di depan PAUD Pelangi Kasih dan di depan gereja GBI. Program tersebut mendapatkan tanggapan positif dari warga karena warga sudah mulai mau membuang sampah ke tempat tersebut dan lingkungan di sekitar pun menjadi lebih bersih dari pada sebelumnya.
            Anak-anak menjadi sahabat baik kami yang selalu setia menemani kami menjalani hari-hari di Dusun Nek Sawak ini, canda tawa mereka, semangat mereka mengingatkan kami kepada kepolosan dunia dan ketulusan manusia, pertanyaan-pertanyaan atas rasa penasaran mereka sering terlontar kepada kami disebabkan kami menjadi sosok penuh panutan di mata mereka dan dirasa merupakan seseorang yang berpendidikan tinggi. Bagaimana tidak? Rata-rata warga di dusun Nek Sawak hanya tamatan SD, baru belakangan ini saja banyak anak-anak yang dengan sedikit berat hati dilepaskan oleh orang tua mereka untuk mengenyam bangku SMP dan SMA di Meliau, Sintang ataupun Sanggau. Tak sedikit pula banyak anak yang harus berhenti sekolah karena membantu orang tua mereka bekerja.
            Sebagai seorang yang berpendidikan, yang selalu diberi kesemapatan untuk menadah ilmu di bangku sekolah, inilah saatnya bagi kami menjadi sosok yang bermanfaat melalui program bimbingan belajar pada malam hari untuk anak-anak usia dini hingga kelas 6 SD. Semangat mereka terlihat dari kebiasaan mereka yang selalu datang paling lama setengah jam sebelum les dimulai. Dengan keterbatasan cahaya penerangan dikarenakan arus listrik dari PLMTH dusun Nek Sawak yang belum mengalir dengan stabil, anak-anak dengan semangat tetap memperhatikan kami mengajar. Syukurlah, perkembangan terlihat dari mereka yang rajin mengikuti les, prestasi mereka di sekolah terlihat meningkat perlahan hingga para guru pun mewajibkan mereka untuk mengikuti les.
            Kegiatan mengajar tak hanya kami lakukan ketika bimbingan belajar, namun juga kami lakukan di SDN 11 Nek Sawak, di PAUD Kasih Ibu Nek Sawak, dan PAUD Pelangi Kasih Tanjung Iman. Berjalan kaki selama 10 menit di jalan berbatu menjadi rutinitas kami tiap pagi untuk bisa mencapai sekolah. Anak-anak dengan gembira menyambut kami yang datang untuk mengajar, namun memang terkadang terlalu gembira sehingga mereka menjadi sulit diatur dan dikendalikan. Rupa-rupanya ini juga dikarenakan perkembangan kecerdasan mereka yang kurang maksimal karena supply makanan yang kurang bergizi dan sehat. ‘Namanya juga di kampong, Nak, cari apa-apa susah, ya makan apa yang ada saja.’ Begitu kalimat yang sering kami dengar dari para orang tua, namun ternyata banyak makanan tidak sehat yang menjadi jajanan mereka sehari-hari, begitupula sangat disayangkan kebiasaan memasak yang kurang sehat yang dilakukan orang tua yaitu memasukan MSG ke masakan mereka dalam kadar yang berlebihan. Melihat masalah tersebut, kami mengadakan sosialiasai tentang Gizi Masyarakat dan Gizi Anak. Harapannya dari sosialisasi tersebut mereka dapat mengerti dan lebih bijak dalam memilih makanan yang mereka makan.
            Selain bermain hampir setiap saat sepulang sekolah, atau mendatangi kami ke pondokan, anak-anak mempunyai kebiasaan untuk menonton telivisi di rumah hingga larut malam. Hal ini sangat disayangkan karena dapat membuat mereka malas belajar, apalagi jika tidak diawasi, banyak informasi yang kurang baik dan tidak benar dapat mereka serap dari siaran telivisi di zaman sekarang. Ketika melihat kami membawa buku pelajaran atau buku cerita anak, mereka sangat antusias untuk melihatnya, ‘Kak opai itu kak? Mau tengok bah!’, begitu seru mereka. Oh, rupanya anak-anak ini juga suka membaca terutama buku-buku bergambar yang menarik. Setelah menyusun rencana dan melakukan eksekusi bersama dengan Pak Kepala Dusun Nek Sawak, berdirilah sebuah perpustakaan yang sangat sederhana yaitu Perpus Dusun Nek Sawak di kediaman Pak Kadus. Perpustakaan ini menjadi titik balik dari perubahan suatu kebiasaan anak-anak dari yang suka menonton menjadi suka membaca.  
Sebagai warga yang hidup di pedalaman, tak sedikit rasa kecewa yang mereka rasakan terhadap minimnya bantuan dan perhatian pemerintah pusat terhadap desa mereka. Tak sedikit dari mereka yang menjadi apatis, tak perduli terhadap negara sendiri, bahkan banyak yang tidak hapal lagu Kebangsaan Indonesia Raya. ‘Kalau tak ada caleg dari dusun ini, mana ada lah bantuan datang kesini’¸begitu komentar salah satu warga yang kritis terhadap pemerintahan.  Perayaan HUT RI Ke 70 menjadi momen tepat bagi masyarakat disini untuk merecharge pikiran positif mereka terhadap bangsa Indonesia, membangun rasa optimis mereka terhadap pembangunan Negara Indonesia yang berusaha untuk menyeluruh. Upacara 17 Agustus yang khidmat terlaksana dengan lancar di SDN 11 Nek Sawak dengan petugas upacara dari warga desa. Berbagai perlombaan dan malam puncak perayaan terlaksana dengan lancar karena kerjasa sama yang baik telah terjalin antara mahasiswa KKN dan warga dusun Nek Sawak. Warga berujar bahwa mereka merasa terpantik semangat kemerdekaan di dalam diri mereka dan juga mengharapkan kegiatan perayaan ini terlaksana setiap tahunnya dengan lebih meriah.
            Ketika ada suatu awal maka ada suatu akhir, masanya untuk pergi telah tiba bagi kami di penghujung bulan Agusutus, tanah basah dan air sungai yang meluap karena hujan deras menghantarkan kepergian kami dari Dusun Nek Sawak yang sungguh panci bagi kami. Kehangatan warganya dalam menyambut kami, keceriaan anak-anaknya, nilai kekeluargaan dan gotong royong yang begitu kental dan juga alam yang begitu tanpa pamrih memberi kami sedikit dari kekayaan yang dia miliki. Sungai yang mengalir dengan batuan yang menghasilkan riak, nektar bunga durian yang begitu manis, kerupuk ubai yang begitu renyah, dan masih banyak lagi kekayaan yang dimiliki oleh Dusun ini yang memanusiakan kami tak akan pernah bisa kami lupakan.
            Persembahan dari kami tiadalah apa-apa dibandingkan apa yang selayaknya warga Dusun Nek Sawak terima. Menjadi mahasiswa merupakan suatu anugerah bagi kami, semoga kami dengan segala kesederahaan dapat terus bisa memberi kepada sekitar terutama kepada warga dusun Nek Sawak. Dalam nyanyian merdu mereka di setiap pujian kepada Tuhan, dalam kabut pagi yang mengiri langkah mereka ketika pergi ke ladang, kami berdoa untuk kesejahteraan Nek Sawak.