Sunday, August 31, 2014

Memory III


Di malam minggu yang sangat main stream, Aku dan Bang Ade memutuskan untuk pergi nonton. Kencan di malam minggu merupakan suatu hal yang sangat jarang kami lakukan. Ya namanya juga pasangan LDR, bisa malam mingguan itu suatu nikmat yang harus kami syukuri, hahaha.
Di mulai malam itu, akhirnya kami memutuskan untuk nonton di Empire XXI. Begini lah sepenggal percakapan konyol kami,

Him : *memaki* mainstream banget yak kita malam minggu nonton?
Me  : *ngakak* iya e, asem lah ini mainstream banget. Malam minggu, udah tau rame, tetep aja pergi nonton.
Him : udah jam segini nih, dapet tiket gak ya? mana belum sempet makan lagi.

(rencananya kami mau nonton yang jam 8, saat itu udah jam set8, dan kami belum pergi makan, padahal dibolehin pergi sama mama itu aku main sampe jam set11)

Me : hmm, aku berharapnya sih ga ada, biar kita bisa ngehabisin waktu berdua, ngobrol-ngobrol selow hehe
Him : yaudah, di coba aja dulu ya, mumpung udah di sini juga..
Me : oke sayang.. *ngelendot kayak kucing gatel, LOL*

Akhirnya kita masuk ke empire dan tadaaaa, antriannya pendek ternyata hahaha..

Me : antriannya pendek, *nyengir*
Him : iya nih dapet gak ya tiketnya?
Me : yuk, antri dulu

Ternyata kami memang ditakdirkan untuk nonton malam itu. Tersedia dua tiket di tempat yang strategis di barisan yang termasuk belakang. Yasudah, kami memutuskan untuk beli tiket dan mencari makan sambil menunggu jam 8.
Kami berjalan kaki keluar berdua, bergandengan tangan, berencana mencari lamongan di sepanjang jalan solo. Well, binar mataku gak bisa dipungkiri, aku senang banget saat itu. Entah, gak bisa di deskripsikan, tapi rasa senangnya kebangetan. Senang bisa pergi berdua, melakukan aktivitas selayaknya orang pacaran, nonton malam minggu.
Sayangnya, setelah berjalan beberapa saat, kami tidak menemukan ada lamongan di dekat sini. Akhirnya kami memutuskan untuk jajan di depan giant, beli takoyaki dan ayam crispy. Lumayan, mengisi perut sebelum nonton. Baru jam 8 kami kembali ke Empire, masuk studio 1 dan film pun di mulai.

Sehabis nonton.
Me : duh, kok rasanya kayak first date aja nih hahaha
Him : iya, kayak orang baru pacaran aja dah
Me : hihi, biarin deh, yang penting seneng banget rasanya malam ini
Him : Iya yak? Aneh ya...

I cannot explain it. Tapi rasa senangnya itu kebangetan. It just a simple date. A very common date. But I feel very happy and that night was so special. Maybe because that night would became the last night before he came back for work. I feel that I might be missing this moment. Every moment with him is a treasure.


"If tommorow never comes
Will he know how much I loved him
Did I try in every way to show him every day
That he's my only one
And if my time on earth were thtough
And he must face this world without me
Is the love I gave him in the past
Gonna be enough to last
If tomorrow never comes"
Ronan keating's if tomorrow never comes 



I wish, it could happened again. I wish nothing is change between us. Sorry....

Monday, August 25, 2014

Why Him?

Ada dia sekarang dalam hidup saya.
Ada dia sekarang yang saya yakini.
Ada dia sekarang yang saya percaya.
Kenapa memilih dia? 

'Dia yang bisa saya ajak berdiskusi ketika ada masalah, dia yang cukup konsisten untuk terus ada dalam hidup saya yang tidak sempurna, dia yang punya semangat untuk membangun masa depan yang lebih baik berdua.'

Itu lah jawabannya kenapa Dia.

My First Hiking Experience (PART I)




Pagi menyambut di tanggal 20-21 Agustus 2014. Alarm saya set pukul 5 pagi, namun pukul set5 pun mata ini sudah melek sendiri. Kebiasaan dari dulu memang begini, sulit tidur atau terbangun lebih awal jika akan menghadapi sesuatu yang membuat saya super excited. Yak, apa sih yang membuat saya begitu bersemangat hari itu? Jawabannya adalah, Mendaki Merapi. Merapi? Apa sih istimewa nya Merapi?

Merapi ya... Simple, tiap pagi jika cerah, maka saya bisa melihat kekokohan Merapi yang asri dari balkon lantai dua rumah saya di Kampung Klebengan. Sejuk, kokoh, sulur-sulur cokelat menjalar di raga nya. Seperti urat nadi yang menyembul memaparkan kekuatan. Lantas, apa lagi yang membuatnya istimewa di mataku? Ya, siapa lagi kalau bukan karena Ade Setio Nugroho. Binar matanya ketika menceritakan Merapi membuat saya tertarik. Menarik saya untuk bisa melihat langsung apa saja yang telah dilihatnya di Merapi. Menginjakan kaki di tempat dia pernah berpijak. Memandang sunrise dan sunset melalui mata saya sendiri.

Izin tuk mendaki jujur saja tidak mudah saya dapatkan, namun singkat cerita, setelah bernegosiasi sedikit dengan keluarga, akhirnya izin mendaki saya kantongi, yahoo! I never expected that they will give me the permission. Pernah saya meminta izin dulu namun di tolak mentah-mentah. Sepertinya zaman telah berubah, saya mungkin sudah dinilai cukup untuk menjaga diri sendiri. Well actually tidak juga kok, hahaha, Karena bawa-bawa nama Ade lah mungkin saya diizinkan, Bang Ade yang keluarga saya tau bahwa dia sering naik gunung pasti dikira bisa menjaga saya agar selalu aman disana #uhuk.

Lantas, pagi itu, jam 9 pagi saya dijemput Abang untuk bersiap-siap, menyewa perlengkapan, sarapan, serta packing. Saya sudah packing bagian saya sendiri semalam, tidak banyak barang, hanya perlengkapan pribadi dan beberapa bumbu dapur. Sangat simple untuk pemula, bahkan saya membantin, 'Kowe ki meh munggah gunung opo piknik tok? Bawaane sitik, bingung meh ngopo, weh jan.' Pardon my language, but yeah, I feel like the dumbest at that time. Dunno what to do, what need to prepare. Semuanya aku serahkan sama Bang Ade, Bang Hadi dan Bang Tono. Bengong aja liat mereka mondar-mandir packing di kamar kost Bang Tono. Bengong aja liat Bang Ade masang tampang serius tapi nyebelin sambil masukin ini itu ke carrier. (It turned out that he was upset to me because of my joke about me being bald, hahahaha).

After a couple of hours, finally we finished packing. 3 carriers was ready for use. Saya dan bang ade akhirnya berangkat duluan, namun sebelumnya kami mengambil narcissistic stick. Ups, apa itu? hahaha itu bahasa kerennya dari Tongkat Narsis a.k.a tongsis saudara-saudara. Untuk berfoto ria di gunung. Jangan sampai melewatkan momen narsis dengan view yang menakjubkan.

So, singkat cerita, semuanya berjalan lancar, SAMPAI...... Bang Hadi sadari, ternyata kami lupa membawa nasting. Muka bego plongo pun keluar, bawa bahan masak serta kompor namun tak bawa alat memasaknya saudara-saudara. HAHAHAHA... Tapi, semua itu bukan masalah, semua bisa diusahakan, dengan bermodal luck, kami berencana untuk menyewa nasting di basecamp, ada atau tidak pun memang tidak ada jaminan, tapi so what? (Oke ini jangan ditiru, make sure buat list perlengkapan dan cek ulang sebelum berangkat. hahaha)
Toh untungnyaaaa... Mbah yang jaga basecamp memiliki nasting. Fyuh, what a relieve. Jadi deh masak-masak di atas nanti. :P

Pukul setengah 3 sore akhirnya kita nyampe di basecamp Barameru, di atas Desa Plalangan, Kec. Selo, Kab. Boyolali. Kita mau mendaki melalui jalur Selo. Di basecamp kami nge-charge energy, makan siang bersiap-siap. Bertemu dengan 3 orang pendaki lain yang baru saja turun. Ketiga orang itu asalnya dari Jakarta. Bang Ade dengan celana sobek dan manset serta carrier dipundak sempat saya abadikan melalui foto. Leher panjang dengan tempurung besar, saya katai dia kura-kura. Hahaha. (Pasti dia langsung manyun baca bagian yang ini.)

Ade Setio Nugroho

Sekitar pukul setengah 4 sore kami berempat memutuskan untuk start! Nah, cobaan pertama muncul. Kami harus berjalan sekitar 20menitan melalui jalan bersemen yang lumayan menanjak. Nafas saya memburu, kaki saya mulai terasa pegal. Kami berempat berjalan perlahan sambil mengatur nafas. 'Ini lah cobaan pertama, nih.' kata Bang ade sambil nyengir kepadaku. Aku balas nyengir sambil menggeleng pelan. 'Huft banget lah, ya'. Beberapa menit berjalan, saya meminta berhenti sebentar,'My heart beating so fast'. 'Dont worry, normal kok, penyesuaian, lama-lama juga biasa.' jawabanya. Beberapa kali saya meminta untuk berhenti, mengatur napas, berusaha mengatur irama. Ini baru awal, bagaimana nanti ya? Ah sudahlah, semangat!

Sampailah kami di New Selo, ada tempat parkiran serta kios-kios yang menjajakan makanan dan minuman. Peluh keringat sudah mengintip dari balik kaos tipis saya. Beberapa kali saya terbesit pikiran-pikiran eperti, 'Aseli lah lu lemah banget, Net!', 'Wah, malu dong, Net!'. Saya tembak habis-habisan mental dan semangat saya. Namun saat itu belum satupun keluhan yang meloncat dari lidah saya.

Selanjutnya adalah saatnya memasuki jalan setapak dengan rerimbunan pohon di samping kanan dan kirinya. Dengan tanah dan batu yang harus ditapaki. Dari sini lah perjalanan yang sebenarnya di MULAI.... :)


Lanjut ke Part II

Sunday, August 10, 2014

Pengalaman berharga bagi Pengguna Jasa seperti Saya (Part 2)

Seminggu belakangan ini, Saya harus bolak-balik ke puskesmas untuk mengecek keadaan Saya. Beberapa hari bertemu dengan dokter tersebut (masih dokter yang sama), Saya semakin mengetahui bahwa beliau sangatlah perhatian terhadap pasien. Beliau mengkomunikasikan semua yang berhubungan dengan keadaan Saya, menjabarkan setiap kemungkinan dan memotivasi Saya agar menjalani hidup sehat. Berbicara dengan beliau seperti berdiskusi dengan teman. Perasaan nyaman pun terbangun dan rasa sungkan berkurang.
Bahkan waktu giliran Saya diperiksa, tiba-tiba saja ada seorang Ibu yang masuk ke ruangan, meminta konsultasi lanjutan dengan dokter setelah gilirannya selesai, dan bukannya menegur atau marah, tapi beliau langsung memerika ibu itu dengan sabar dan memberikan candaan. 
Diakhir pertemuan Saya beliau, ‘Kenapa ya, Dokter di rumah sakit tidak banyak berkomunikasi dengan pasien, Dok?’
Dokter tersebut tertawa kecil,’Ya wajar aja toh mbak, Rumah sakit itu kan rame, pasien yang datang juga banyak, mereka juga waktunya terbatas, jadi tidak bisa memeriksa lama-lama. Kalau kami kan dokter keluarga, memang sewajarnya memberikan pelayanan dan konsultasi kepada pasien.’

Saya akhirnya mengerti. Kesibukan para dokter di rumah sakit menyebabkan para dokter kurang perhatian terhadap pasien. Mungkin anda sadari, jika di rumah sakit maka dokter yang dating mengcheck up hanya menyempatkan diri barang 5 menit atau 10menit.Jam terbang yang tinggi menyebabkan dokter di rumah sakit tidak bisa memberikan perhatian yang banyak untuk setiap pasien yang mereka tangani.
Apalagi dibagian UGD, dalam 5 menit aja bisa 2-3 pasien yang datang, mereka harus bergegas melakukan tindakan dan profesional. Mau melihat darah bergelimpangan atau mendengar teriak kesakitan dari pasien mereka harus tetap bisa tenang. Dan itu membuat mereka terkesan dingin, padahal mereka hanya menunjukan profesionalitas.
Lantas, dengan pengertian yang saya terima sekarang ini, Saya jadi bisa merubah pemikiran Saya. Bahwa ya memang beginilah keadaan yang ada, dan apabila Saya marah atau tak terima, maka itu hanya akan membuat emosi saya lelah. Ada setiap kriteria kondisi dan saya harus paham betul harus seperti apa di setiap kondisi.
Beberapa pengalaman ini tidak akan bisa saya dapatkan dari orang lain, yang ada hanyalah jika saya mengalami sendiri, sehingga benar-benar memahami. Learning by doing memang bukan cuman kiasan semata, tapi memang itu sangat cocok bagi Saya J.

Wednesday, August 6, 2014

Pengalaman berharga bagi Pengguna Jasa seperti Saya

Malam lebaran saya lalui dengan perasaan yang luar biasa. Luar biasa disini karena saya merasakan perasaan kesakitan, kekhawatiran dan juga perasaan bersalah, pokoknya campur aduk!
Saya melalui malam lebaran dengan merepotkan keluarga Saya karena tiba-tiba saja perut kanan saya sakit sekali hingga menjalar ke punggung. Alhasil malam itu juga, saya masuk IGD. Saya dibawa ke salah satu rumah sakit di Yogyakarta yang cukup terkenal. Jujur saja dari awal saya dibawa ke rumah sakit, yang ada dipikiran Saya adalah pasti apabila Saya sampai dirawat, pasti akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Saya tidak tau apakah sakit Saya ini membawa hikmah di akhir bulan Ramadhan ini, entah kenapa Saya malah diberikan cobaan yang seperti ini, mana sampai merepotkan keluarga pula. Dalam hati saya tetap berdoa dan berharap semoga sakit saya hanya penyakit ringan dan bisa ditangani dengan segera. Saya tidak mau mengkhawatirkan keluarga Saya dan orang yang saya sayangi.

Alhamdulillah setelah diberikan suntikan pereda sakit dan diobservasi oleh dokter, Saya dibolehkan pulang sambil diberi obat sementara. Besoknya Saya harus istirahat total dan tidak bisa mengikuti sholat Ied. Esoknya Saya diperiksa oleh dokter umum dan benar saja dugaan Saya, bahwa penyakit infeksi saluran kemih Saya kambuh, dan hasil tes urin nya positif. Berhari-hari berlalu dan akhirnya Saya diberikan perawatan jalan, diberikan antibiotik.
  
Setelah pulang dari Pangandaran bersama keluarga, Saya berniat untuk check up lagi karena masalahnya adalah perut saya masih sering sakit sedangkan obat yang diberikan sudah habis. Atas saran keluarga Saya, Saya meminta rujukan ke rumah sakit menggunakan Askes ke puskemas terdekat. Tujuannya adalah agar Saya bisa mendapatkan potongan saat periksa ke dokter spesialis penyakit dalam. Waktu itu Saya benar-benar tidak tau bagaimana cara meminta rujukan dan apa saja yang harus dibawa. Dalam keadaan yang tidak begiru sehat, Saya akhirnya pergi ke puskesmas tersebut. Disana Saya diminta untuk mengisi formulir dan menunjukan kartu Askes Saya. Saya akhirnya mengantri dan dipanggil ke ruangan periksa khusus pasien Polis. Saya bertemu dengan seorang dokter perempuan, lalu beliau menanyakan apa keluhan Saya, akhirnya Saya ceritakan riwayat ISK Saya. Lalu diakhir penjelasan Saya, beliau bertanya,'lalu apa tujuan Anda kesini?' Saya kaget, dengan nada yang begitu dingin tanpa basa-basi dokter itu bertanya demikian. Akhirnya Saya bilang 'Saya berniat untuk meminta rujukan, dan Saya tau bahwa Saya harus melalui pemeriksaan oleh Dokter terlebih dahulu dan jika perlu baru diberikan rujukan. Namun entah kenapa, baru saat ini Saya menyadari sepertinya waktu itu Saya salah bicara atau karena memang sudah siang, mungkin Dokternya sudah lelah sehingga Dokter itu menjadi tersinggung.
'Anda bawa obat dan hasil tes lab?' tanyanya dengan nada dingin.
Saya gugup, Saya tidak tau bahwa harus membawa obat saya dan hasil tes lab saya. Memang saya sadari saya terlihat bodoh dan tidak mencari informasi terlebih dahulu. 
'Saya lupa dok, Saya juga tidak tahu kalau harus bawa hasil tes urin dan obat saya.'
Dokter itu terlihat semakin dingin, 'Lalu gimana? Ya tidak bisa lah saya ngasih rujukan nggak ada dasarnya.'
Saya kaget dengan perkataan dokter itu yang ketus.
'Sa..Saya tidak tau dok, kalau memang butuh bisa Saya ambilkan sekarang, rumah saya dekat kok, Dok.'
'Boleh aja sih, tapi saya  jam 12 udah pulang.' jawabnya tanpa melihat wajah Saya.
Saya hanya diam saja. 'Saya tidak tau, Dok. Maaf.'
'Begini saja, Saya ya tidak mau memberikan rujukan tanpa dasar, buat apa saya sekolah.' katanya, 'Begini saja, besok dibawa, kesini lagi jam 8 pagi, saya piket lagi.'
Saya mengangguk. ' Baik, Dok. Makasih..' lalu saya berdiri dan keluar dari ruangan tanpa sedikitpun ditanggapi oleh Dokter tersebut.
Rasanya kesal, kesal karena saya diperlakukan tidak ramah dan kesal karena ketidak tahuan saya yang membuat saya terlihat bodoh disana.
Hari itu perasaan Saya didera kekesalan yang amat sangat dan saya menyesalkan bahwa beberapa pemberi jasa kesehatan banyak sekali yang tidak bersikap ramah terhadap pasien. Beberapa kali, bagi kami pengguna jasa polis seringkali diberlakukan dingin, tidak ramah.Pikiran-pikiran jahat sudah berkecamuk dalam otak saya. *Sobs* T_T

Keesokan harinya seusai janji, Saya bertemu Dokter itu lagi, dan ternyata beliau menjadi ramah dan menyenangkan. Beliau meluangkan waktu cukup lama untuk berkonsultasi, tidak tergesa-gesa dan menjelaskan dengan sangat detail tentang penyakit Saya. Saya menduga mungkin saja kemarin itu alasan nada tinggi suara dokter tersebut karena bawaan asal dan juga karena ketidak tahuan saya yang meminta rujukan tanpa tahu prosedur. Namanya juga manusia, Saya kesal karena sedang sakit dan Dokter itu kesal karena kedatangan pasien yang menyebalkan *Sigh*

Dari prespektif saya sekarang, saya sadari bahwa seringkali dengan meminta rujukan langsung ke puskesmas atau dokter keluarga terdekat, kita telah memandang rendah kemampuan dokter tersebut. Dengan bersikap seperti itu, secara tidak langsung ktia tidak mempercayai pelayanan dari dokter Puskesmas dan dokter keluarga  yang kita mintai rujukan tanpa meminta pemeriksaan dan penanganan terhadap penyakit kita.
Wajar saja jika Dokter tersebut menjadi tersinggung. Apalagi pasti dalam sehari ada beberapa pasien yang tidak tahu seperti saya, asal minta rujukan ke rumah sakit. Duh malunya Saya.. -__-

Saya menyadari bahwa pengalaman ini sangat berharga bagi saya. Dan lucunya ya, Saya baru ingat, ternyata pelayanan Dokter di Puskesmas ini jauh lebih baik dan hangat dari pada pelayanan Dokter yang ada di rumah sakit yang saya pernah datangi. Ya, saya tidak mau mengeneralisasi, namun beberapa dokter di rumah sakit yang pernah saya datangi, pelayananannya memang kurang jika dibandingkan dokter di puskesmas atau dokter keluarga yang jauh lebih ramah dan komunikatif dengan pasien.
Saya jadi tidak lagi memandang sebelah mata pelayanan di Puskesmas kecil dan mengerti prosedur penggunaan Askes. 
Jadi, jangan pernah ragu untuk mendatangi puskesmas terdekat dan memeriksakan diri Anda. Jangan khawatir dan percayalah. Namun juga memang tidak semua tempat baik dan tidak semua tempat buruk, Pintar-pintar Anda menilai sebaik apa jasa pelayanan yang Anda terima. :)