Saturday, February 8, 2014

The Voices


Begitu malam datang, denting jam semakin terdengar jelas karena kesunyian yang ditimbulkan oleh tengah malam, Aku masih sering terjaga sambil membaca novel setebal dua ratus sampai tiga ratus halaman yang bertemakan cinta, komedi, atau bahkan fantasi. Bisa saja aku terjaga sambil memperhatikan deretan foto di instagram atau tweet-tweet yang tidak begitu penting yang bisa aku scroll terus di timeline ku.

Keheningan membuatku nyaman membaca kata demi kata dari novel yang aku baca. Kata demi kata itu mengalir masuk ke dalam imajinasiku dan membentuk sebuah bayangan, yang aku harapkan sesuai dengan apa yang ingin digambarkan oleh sang penulis melalui novelnya.

Kelopak mataku mulai terlalu sering berkedip, menandakan kelelahan yang semakin tak tertahankan. Namun aku masih penasaran untuk terus melanjutkan membaca. Hingga akhirnya, suara itu datang lagi. Suara dari sudut-sudut luar kamarku, yang begitu intens dan nyata. Sering membuatku mengerutkan dahi, berpikir apa atau siapa yang membuat suara seberisik itu. Suara berisik yang muncul beberapa malam sekali ketika aku masih terjaga hingga lewat dari jam sepuluh malam, ketika ibu dan kedua adikku telah terlelap di dalam kamar mereka masing-masing, atau ya itulah anggapanku sampai sekarang. Suara itu sungguh mengusikku, namun entah kenapa anehnya suara itu seperti hanya ditujukan untukku. Maksudku adalah, bahwa tiada ada seorang pun yang terlihat terganggu dengan suara-suara tersebut, kecuali aku. Atau mereka terganggu namun tak mau repot-repot turun dari kasur mereka yang hangat dan menginjak lantai yang dingin karena udara malam lalu mengecek sumber suara? Entahlah, yang pasti aku penasaran.

Namun rasa penasaranku tetap tak mampu menggerakan aku untuk bergerak, keluar dari dalam balutan selimut hangat dari pinggang hingga ujung kakiku. Aku terlalu malas untuk perduli. Apapun suara itu, apapun maksudnya dan apakah memang memang aku yang hanya mendengarnya, aku masih tak ingin terlalu mengerti. Bahkan kalau aku mau mengingat-ngingat, suara itu pernah sekali menegurku. Menegurku secara harfiah dengan menyuruhku berhati-hati untuk melangkah. Ya waktu itu, ketika aku masih terjaga lewat tengah malam, tiba-tiba saja listrik padam dengan mejengkelkannya. Aku lagi asyik-asyik mendengarkan musik dan tiba-tiba semua gelap. Aku tak panik, namun aku tetap keluar kamar dan dengan meraba-raba sekelilingku mencoba mencari lilin dan pematik. Namun dengan kecerobohanku aku menabarak sesuatu yang entah itu apa sehingga membuatnya terjatuh dan menimbulkan suara seperti metal yang dihantam batu. klontang. Hati-hati! Aku membatu beberapa detik. Menyadari bahwa mata ini sudah berhasil beradaptasi dengan kegelapan dan membuatku mampu melihat sekeliling dengan lumayan jelas. Siapa itu? Suara laki-laki berat seperti terdengar dari luar rumahku, namun yang jelas itu bukan suara Kakekku yang tidur di bawah. Namun aku tak merasa takut, rasa penasaran yang datang hanya sebentar, aku tak ingin mencari tau siapa yang bicara. Yah, biarkan saja itu menjadi misteri. Toh tidak pernah menyulitkanku.

Mungkin ini pertanda atau apakah atau cuman sekedar keisengan Tuhan kepadaku. Aku tak mau repot-repot memikirkannya. Nanti juga penjelasan akan datang sendiri.
Itu pengalamanku, apa pengalamanmu??


No comments:

Post a Comment