Tuesday, November 12, 2013

Ideal Conditions dont exist by Paulo Coelho

Relax. When we start our spiritual journey, we want so very hard to speak to God – and we end up not hearing what He has to tell us.
That is why it is always advisable to relax a little.
It is not easy: we have the natural tendency always to do the right thing, and we feel that we are going to improve our spirit is we work at it non-stop.
“Are you saying that I ought to be passive and not try to improve myself?”
That depends on how you see your work. We may feel that all that life can offer us tomorrow is to repeat what we did yesterday and today.
But if we pay attention we can see that no day is like another. Each and every morning brings a hidden blessing, a blessing that is only good for that particular day, for it cannot be kept or re-used.
If we don’t take advantage of this miracle today, it will be lost.

“But isn’t there some sure way of establishing this dialogue with the Divine, like meditation, for instance? Or endeavoring to make myself better every day?”

If that question can always be kept present, everything will fit together.
The ideal conditions that you are looking for don’t exist. We shall never be able to get rid of certain defects.
The trick lies in knowing that despite all your flaws you have a reason for being here, and you have to honor that reason.

http://paulocoelhoblog.com/2013/11/04/ideal-conditions-dont-exist/

Clocing cycles



"One always has to know when a stage comes to an end. If we insist on staying longer than the necessary time, we lose the happiness and the meaning of the other stages we have to go through.
Closing cycles, shutting doors, ending chapters – whatever name we give it, what matters is to leave in the past the moments of life that have finished.
Did you lose your job? Has a loving relationship come to an end? Did you leave your parents’ house? Gone to live abroad? Has a long-lasting friendship ended all of a sudden?
You can spend a long time wondering why this has happened.
You can tell yourself you won’t take another step until you find out why certain things that were so important and so solid in your life have turned into dust, just like that.
But such an attitude will be awfully stressing for everyone involved: your parents, your husband or wife, your friends, your children, your sister.
Everyone is finishing chapters, turning over new leaves, getting on with life, and they will all feel bad seeing you at a standstill.
Things pass, and the best we can do is to let them really go away.
That is why it is so important (however painful it may be!) to destroy souvenirs, move, give lots of things away to orphanages, sell or donate the books you have at home.
Everything in this visible world is a manifestation of the invisible world, of what is going on in our hearts – and getting rid of certain memories also means making some room for other memories to take their place.
Let things go. Release them. Detach yourself from them.
Nobody plays this life with marked cards, so sometimes we win and sometimes we lose.
Do not expect anything in return, do not expect your efforts to be appreciated, your genius to be discovered, your love to be understood.
Stop turning on your emotional television to watch the same program over and over again, the one that shows how much you suffered from a certain loss: that is only poisoning you, nothing else.
Nothing is more dangerous than not accepting love relationships that are broken off, work that is promised but there is no starting date, decisions that are always put off waiting for the “ideal moment.”
Before a new chapter is begun, the old one has to be finished: tell yourself that what has passed will never come back.
Remember that there was a time when you could live without that thing or that person – nothing is irreplaceable, a habit is not a need.
This may sound so obvious, it may even be difficult, but it is very important.
Closing cycles. Not because of pride, incapacity or arrogance, but simply because that no longer fits your life.
Shut the door, change the record, clean the house, shake off the dust.
Stop being who you were, and change into who you are."

Paulo Coelho

Saturday, November 9, 2013

Regret, move on and continue the adventures


Menyesal adalah rasa yang paling tidak bisa ku hindari untuk menghantui diri ini..

Rasa penyesalan itu begitu merambat menjalar bagai parasit yang tak ada obatnya..

ya, menyesal adalah ketika kau melihat sesuatu atau seseorang tapi kau merasa bahwa..

'Seandainya dulu aku melakukannya hal itu terhadapnya..'

'Seandainya aku berkata demikian...'

'Seandainya aku tidak terlalu begitu...'

Ya seandainya...

Begitu menyesakan jika harus hidup dengan penyesalan, ya? 
Menakutkan kah?

Namun, menurut saya penyesalan dan move on itu adalah satu paket.

Dan menurut saya lagi ya, penyesalan itu adalah bentuk dari ketidak matangan diri kita..

Dimana jika telah berhasil belajar dan menerapkan hasil belajar kita, maka penyesalan itu akan menjadi tolak ukur kita dalam melakukan hal yang sama, serupa, atau hanya mendekati sama.

Dan setelah menyesal, maka kita akan bisa move on. Dimana kita sadar bahwa, 'Ya, sekarang aku telah belajar, dan tak akan ada kata "seandainya" lagi di kesempatan kali ini...'

Kita telah sangat faham harus bagaimana dan seperti apa, kita sadar bahwa kegagalan di masa lalu adalah pelajaran berharga yang membuat kita bisa menjadi sekarang ini..

Bahwa 'Aku tak kan sematang ini jika aku tak pernah mengalami hal dulu itu'

Kita lebih siap, lebih matang, lebih waras dan lebih mempertimbangkan segala sesuatunya..

Kita mengerti apa yang bisa membuat kira bahagia, dan kita menghargai setiap moment yang diberikan kepada kita oleh Tuhan sebagai suatu kesempatan untuk menghargai hidup ini.

Dimana ketika kita berhasil move on kita bisa benar-benar hidup dan mengerti bagaimana hidup itu harus kita jalani agar merasa senyaman mungkin..



Tanpa harus hidup dalam bayang-bayang penyesalan dan apalah yang membuat kita tak nyaman di masa lalu, kita terus melangkah, kita tau bahwa itu tak pasti, bahwa apa yang kita ambisikan mungkin akan tak terealisasi. Mungkin ada hal lain yang akan terjadi, dan bisa jadi badai yang lebih dahsyat menunggu kita di depan sana, siap untuk menghantam kita dengan kekuatan penghancur yang jauh lebih berlipat dibanding dulu..

Namun, kita telah lebih matang bukan?

Dan kita selalu butuh ujian untuk bisa naik ke level berikutnya..

Maka penyesalan itu akan selalu ada, kita akan selalu berusaha untuk move on..

Itu lah yang membuat kita terus berkembang, membuat kita terus berhasil memaknai kehidupan...




Hidup sejatinya adalah suatu petualangan, dimana akan ada ujian yang harus kita lewati, dimana kita akan naik level setelah berhasil melewati kesulitan dan rintangan-rintangan yang menghadang..

Klise ya? Namun saya menyetujui yang klise satu itu..

Kita akan berada di tahap bahwa kita tidak akan sanggup menampung semua cobaan dan rintangan,

Kita akan berada di tahap dimana kita kehilangan keyakinan untuk melanjutkan petualangan itu, dan ingin berpikir ulang dan menata orientasi kedepan dari akhir petualagan ini..

Entahlah, bagi saya hidup ini sungguh petualangan..

Dan sungguh seru sekali untuk dijalani :)



 

“I used to think knowing God was like going on a business trip with Him, but now I know He is inviting me on an adventure instead.” Bob Goff

Kemudian, untuk kali ini, hidup saya telah ditemani oleh orang-orang luar biasa yang setia menemani petualangan ini..
Orang-orang luar biasa disana yang apabila anda mengenal saya dengan baik, pasti anda bisa menebak siapa saja orang-orang luar biasa tersebut :)


Saya tulis ini di : Yogyakarta, di kamar yang sejuk di malam minggu sehabis melepas rindu dengan seseorang dan sehabis membaca (another) blog yang luar biasa..
Menginspirasi saya untuk menulis blog malam ini :) 

Friday, October 25, 2013

Dialog malam dengan diri sendri

Pernah kah dalam suatu malam..
Kamu terdiam meratapi langit-langit kamarmu dan bertanya, 'Aku ini apa?'
Sadar bahwa keberadaanmu, entah bagaimana menjelaskannya, terasa begitu semu bagimu..
Aku merasa, entahlah, begitu seketika..
Hanya sementara... Sebentar saja..
Ketika membuka mata di kala pagi, hingga malam menjemput lagi, aku merasa begitu kosong..
Entah kenapa, aku pun bingung alasannya apa...
Aneh nggak sih?
Merasa hampa seketika, dalam seketika saja..
Kehilangan ambisi dan semangat untuk menjalani hari-hariku..
Seperti tiba-tiba saja dicabut yang namanya semangat itu..
Aku heran, mimpi dulu pernah terasa nyata bagiku..
Begitu dekat memeluk ku dan menyemangatiku untuk terus maju..
Mengejar semua yang aku mau, melakukan apapun yang aku suka, namun....
Yah, kadang dia pergi...
dan aku menjadi bertanya kembali,'Apa aku ini? Mau apa?'
Kadang aku ingin lari saja dari semua yang namanya kewajiban..
Aku ingin bebas...
Mengejar apa yang pernah ku lepas karena keadaan..
Aku ingin melangkah kemanapun aku suka..
Serasa angin yang bertiup kesegala penjuru atmosfer..
Lalu  aku pun berhenti bertanya, 'Aku apa?'

Aku kadang merasa begitu memanjakan ambisiku, begitu memanjakan egoku...
Memberikan apa yang ego ini mau..
Kadang aku begitu bebas, sehingga aku mengurung diriku lagi..
Mengajarinya yang namanya tau diri...
Namun apa, apa kah maksud dari aku melakukan itu?
Mengekang terlalu lama apa yang ingin keluar sejak lama..
Terlalu lama hingga menghujam akarnya yang tua ke dasar tanah..
'Apa aku tuk melakukan itu?'

Selangkah demi selangkah, semakin aku kesini mengalami secuil demi secuil pahit manisnya hidup yang masih begitu singkat...
Semakin aku tak mengenal dan mengenal diriku sendiri..
Semakin aku sering berdialog dengan si pikiran liar ini..
Semakin aku sering berbeda pendapat dengannya..
Bagai memiliki dua jiwa dalamsatu tubuh, mereka sering berbeda pendapat dan jalur..
Dan jika terlalu runyam, aku kan memilih untuk tidur saja biar mereka tenang..

'Aku ini apa?'
'Aku ini mau apa?'
'Aku ini mau jadi apa?'
'Aku ini mementingkan apa?'
Terus saja terus pertanyaan itu berputar-putar dalam benakku..
Menghantam aku yang sering terlalu berlebihan dalam memikirkan sesuatu..

Seharusnya, aku tau, sudah banyak yang aku tau..
Namun lagi lagi aku sering terhantam dengan keraguan..
Dan lagi, akhirnya aku memilih rehat sejenak..mengehentikan langkah

Aku ingin hidup dalam buaian yang aku buat sendiri..
Aku ingin bisa mendeskripsikan bahagia dengan caraku sendiri..
Aku ingin memuaskan diriku, menggunakan waktu,mencari semua yang aku impikan
Aku ingin benar-benar penuh..
Aku takut merasa kosong lagi seperti sebelumnya..
Karena kosong itu begitu sepi bagiku..

Siapa kah jiwaku yang ku cari.. Mencari di dalam huru hara mimpi-mimpi yang datang padaku
Aku mencari jiwaku dalam langkah kaki yang perlahan ku paksakan terus maju
Selama aku tak kehilangan diriku saja, maka aku akan terus bisa untuk mendongak..
Meresapi dan memeluk semangat itu lagi..


Yogyakarta, di dalam kamar penuh foto kenangan yang berarti bagiku..
Malam di mana aku menemukan kembali semangat dan sedikit ambisiku.
Selamat malam jiwa yang ku cari, kuharap segera bertemu denganmu..

Thursday, September 5, 2013

Merindu saja, hanya itu.





Jemu aku jemu, merindu yang satu itu..
Kalau ditanya apa itu rindu yang aku rasakan..
Entah, rindu hanya rindu..
Tapi aku tak melakukan apapun..
Entah bisa..

Rindu, aku rindu, namun aku bisa apa
Bisa apa aku jika aku masih aku yang sekarang..

Eranganku atau keluhanku..
Kepesimisanku..
Kepahitanku..
Mungkin hanya ada di otakku
Tak pernah nyata sejak awal

Rangkulan besar, belaian lembut
Keamanan selamanya..
Kebergantungan,
pada siapa dan bagaimana?
Tak ingin, ku tak ingin dapatkan dari orang lain
Mereka datang dan pergi,
Pasti,

Ku tak kenal lagi..
Rasanya menjadi satu
Ku ingin, sosok itu,
Bahkan aku menghayalkannya dalam sosok yang lain

Biarlah waktu yang memutuskan
Biarkanlah semua berjalan seadanya
Mengalirlah sesuka hatinya
Karena aku ada, disini,entah bagaimana, hanya merindu saja.

Saturday, August 31, 2013

Alabama

Suatu Alabama...
Dalam atap tak berteduh
Alabama berkisah tentang seorang pria yang mencintai seorang wanita buta.
Buta hatinya juga kepercayaannya, sungguh penuh praduga.. Benci nista dan dusta..

Alabama berkisah tentang mereka berdua, dari terbit hingga senja, dari gelap hingga terang, dari berbisik hingga berteriak, ya, semua, hingga titik di antara buta nyata. Hingga nyata tak lagi bersuara, membisu begitu.

Alabama hanyalah kisah, kau mungkin kan terbawa..
Karena Alabama seperti nyata, namun juga fana..
Wanita itu ada, dan pria itu bersamanya..
Suratan, tersirat, terdasar semua atas cerita..
Cerita itu, entah apa, hanya Alabama yang tau..
Karena dia ada, di sekitar kita, disektiar wanita buta dan pria pecinta...


***

Wanita buta mengalungkan sutra, pemberian dari pria pecinta..
Sutra itu menjadi lambang bahwa telah hadir cinta dan kepercayaan di antara mereka..
Duka dan suka, huru hara kehidupan, ingin mereka hadirkan di antaranya..

Wanita buta melangkah menuju lubang gelap, gemerlap, senyap, sungguh sendu..
Sendu, begitu sendu, seperi rindu yang telah didiamkan selama beribu tahun lamanya
Seperti tangisan seorang ibu yang merindu anaknya..
Gelap, penuh perangkap, begitu tak tersentuh, begitu asing..

Wanita buta hanya sendiri, karena dia masih terus ingin berdiri, sendiri, selalu mencoba sendiri...
Perjalanan nya ditemani oleh suara hati, atau entah dia tak yakin, suara itu hanya ada, nyata, jelas, dan begitu penuh tipu daya..

Dia disuruh memilih, lubang itu sungguh gelap, karena itu dia disuruh memilih..
Kalung sutranya tak berhenti melambai, seakan begitu lalai. membalut lehernya yang ringkih, seakan ingin lepas ingin bebas... sutra itu, ya kalung itu..

Wanita buta di beri tahu, bahwa lubang gelap yang bsia menelannya itu adalah tempat tinggal sang pria pecinta..
Pria pecinta yang memberikannya sutra, sutra semesta, semesta akannya, akan dia..

Kemana Alabama? Wanita buta bertanya, karena dia mulai takut, butanya telah lama menggelapkannya, namun gelap kali ini tak hanya mengancam matanya, namun juga hatinya, seluruh semestanya.. 
Dia gemetar, dia berhenti, entah akan kembali atau atau tetap mencari, karena tanpa dia sadari, rindu itu ada, sudah ada untuk pria pecinta.. Yang sekarang, menjadi tersangka oleh praduga miliknya...


****

Sunday, August 18, 2013

Redamkan aku dalam keheningan, bebas lalu diam

Singkirkan keramaian itu dariku
Serahkan aku ke dalam kedamaian
Aku butuh hening, tuk demikian
Barangkali aku butuh tenggelam dalam kehampaan

Setumpuk ragu berada di titik butaku
Rasanya begitu pekat membelenggu
Ku rasa, ku resah
Ragu itu begitu terasa namun tak terjamah

Ku simpulkan dalam derai kata
Bagai dawai yang tak tersentuh
Ku derai, Ku semai, kata itu
Kata itu tak ku urai

Gerah, gelisah, dalam dekapan aku gerah
Samakan aku dalam titik cahaya di langit
Karena aku ingin cahayanya

Deburan itu begitu menyesakan
Tinggal saja itu dalam kekosongan
Karena tak butuh itu untuk dilepaskan
Karena aku dan kebebasan